“Kebijaksanaan hidup adalah menerima dengan lapang dada; mensyukuri kesenangan, menikmati kesusahan, dan mencoba lagi dalam kegagalan.” -Socrates
Kebijaksanaan hidup sering dimulai dari keberanian untuk memahami diri sendiri. Socrates pernah menegaskan bahwa hidup yang tidak diperiksa tidak layak dijalani, dan dari gagasan ini kita diajak untuk menerima segala keadaan dengan lapang dada.
Menerima kesenangan dengan syukur bukanlah sekadar menikmati kenyamanan, melainkan mengenali bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kesadaran diri akan batas dan potensi.
Dalam kegembiraan, manusia kerap terlena, tetapi dengan sikap filosofis, kita belajar bahwa kebahagiaan hanya bernilai ketika dipandang sebagai kesempatan untuk memperdalam kebajikan.
Kesadaran diri inilah yang membuat kita sanggup menghadapi setiap keadaan dengan tenang, seolah kebijaksanaan adalah jembatan antara kegembiraan yang menenangkan dan ujian yang mendewasakan.
Socrates juga mengajarkan bahwa penderitaan bukanlah musuh yang harus ditolak, melainkan guru yang menguji kualitas jiwa.
Dalam Apologi, ia menyatakan bahwa ketakutan terhadap penderitaan sering berasal dari ketidaktahuan, sebab kita tidak tahu apakah penderitaan itu sebenarnya membawa kebaikan.
Dari gagasan ini, kita dapat melihat bahwa menikmati kesusahan bukan berarti mencintai derita, tetapi menyingkap makna yang tersembunyi di dalamnya.
Buku Nicomachean Ethics karya Aristoteles, meski berbeda tradisi, memperkuat gagasan ini dengan menegaskan bahwa kebajikan tumbuh dalam keseimbangan antara kesenangan dan kesusahan, dan karakter luhur ditempa justru melalui pengalaman menghadapi kesulitan.
Maka, penderitaan dapat menjadi ruang refleksi bagi manusia untuk memahami arti keberanian, ketekunan, dan cinta pada kebaikan yang lebih tinggi.
Socrates memberikan gagasan bahwa kegagalan bukanlah akhir, melainkan kesempatan baru untuk mencari kebenaran yang lebih mendalam. Ia tidak melihat kegagalan sebagai tanda kehancuran, tetapi sebagai undangan untuk terus bertanya dan memperbaiki diri.
Dengan demikian, mencoba lagi setelah gagal adalah bentuk tertinggi dari kebijaksanaan praktis, karena ia menunjukkan kesetiaan manusia terhadap pencarian kebaikan.
Sikap ini mengajarkan bahwa kebijaksanaan tidak berhenti pada teori, tetapi hidup dalam praktik keseharian yang penuh keberanian untuk bangkit kembali.
Melalui kegembiraan, penderitaan, dan kegagalan, Socrates mengajarkan bahwa kebijaksanaan hidup adalah perjalanan tanpa henti menuju kebenaran, di mana hati yang lapang dan jiwa yang tabah menjadi penuntun.